Wednesday, August 5, 2009

Ibu Rumah Tangga Ya... Gitudeh...

Menjadi ibu rumah tangga ternyata lebih melelahkan daripada kerja kantoran. Seriously! Bangun lebih pagi, membuat sarapan super kilat yang berkutet pada menu: kentang goreng, sosis berbumbu, roti bakar,cheese omelette... plus jus jambu dan teh manis. Pick one, asal jangan minta yang lain. Hihi... Siang sedikit belanja sayur. Lanjutkan ke treadmill dan speda statis. Sudah gitu beberes... Baru mandi setelah full keringat. Setelahnya... tepar!! Hari ini aku butuh istirahat lebih kayaknya. Selain karena sakit maag-ku mulai kambuh akibat makan nggak teratur (di rumah kok malah nggak teratur..ngawur banget aku...); nafasku juga senin-kemis karena sudah nggak terbiasa olahraga. Adaptasiku dengan pola baru agak berantakan hari ini... Huh...!! Oia, aku juga ngerusak juicer Mama. Gara2 jambu yang kubekukan dulu sebelum di-jus benar2 beku.Jadinya tadi pagi juicernya ngambek nggak mau ngejus.... Sebel... Aku jadi nggak biasa minum Smoothies Banana... Anyway, aku menciptakan a new way to enjoy yoghurt banana strawberry. Tiga sendok makan yoghurt plain dicampur dengan selai strawberry Tropicana Slim, tambahkan sedikit air, aduk2 sampai tercampur baur; kemudian siramkan di atas pisang cavendis yang sudah dipotong kecil2... Atau mau didinginkan dulu juga enak... Yum Yum banget.... Sudah Maghib aja... Aku mau beberes lemari suamiku dulu ya... Ciao!

Thursday, July 2, 2009

That's What Life Supposed To Be, Right?!

Delapan belas hari kerja lagi, dan namaku resmi dihapus dari daftar karyawan kontrak PT Bank Syariah Mandiri. Bagaimanapun, meninggalkan sesuatu pasti juga menyisakan kesedihan dalam diriku. Apalagi aku sudah bekerja lebih dari setahun. Aku sudah cukup dikenal di kantor. Paling tidak akan ada yang bertanya saat aku tidak ada. Bagaimanapun, aku pasti akan merasakan kehilangan. Sudah barang tentu semua orang bertanya kepadaku, apa alasanku mengundurkan diri dari perusahaan yang sedang naik daun, menebar jaring itu. Aku hanya menjawab singkat, "Aku masih ingin sekolah lagi". Dan tentu, seperti budaya bangsa Indonesia yang ramah tamah, semua orang pun nyaris meneruskan percakapan dengan menanyakan pertanyaan yang sama, "Kan bisa sambil kerja..." Aku hanya tersenyum... menunggu pertanyaan selanjutnya dari apapun jawabanku. Tidak semua orang memahami aku di kantor ini. Mungkin hanya beberapa, mungkin bahkan tidak ada. Apa yang mungkin beredar di benak banyak orang adalah: 1. Aku (secara psikologis) anak tunggal mantan direktur bank dan masih aktif di jajaran komite audot bank terbesar di Indonesia, jadi, practically, aku nggak butuh uang. Nggak butuh dalam arti... ya... 'nggak butuh'. Dan dugaan ini pasti didukung oleh kondisi suamiku yang, Alhamdulillah, merangkak pasti di sebuah bank swasta terbesar di Indonesia. (secara... clerk mana yang pagi dianter mobil Livina sama suaminya, sore dijemput Mercy bapaknya?)

Tapi aku bukan orang yang seperti, perlu rasanya aku tekankan. Aku mendapatkan pekerjaan ini karena usahaku sendiri, aku yang datang sendiri memberikan lamaran dengan perasaan excited dan menduga-duga seperti apa pekerjaanku nanti.

Bahkan kalau boleh jujur, kedua orang tuaku dan juga semua orang yang mengenalku secara personal mungkin sedikit menyayangkan hal itu. Entahlah, mungkin mengingat aku lulus dengan predikat 'dengan pujian' a.k.a cum laude dan nyaris tanpa hambatan belajar. Mungkin kedua orang tuaku mengharapkan aku bekerja di instansi yang lebih 'bonafide' seperti Telkom. Mendapat gaji lebih besar, dan bukan sebagai clerk. Itu yang paling penting.

2. Aku pembosan dan pemalas. Tentu dugaan ini didukung juga dengan fakta-fakta di atas. Ditambah dengan fakta bahwa seringkali aku ditemukan dalam keadaan suntuk dengan bibir berbentuk bulan sabit terbalik dan mengeluh 'bosan'. In fact, aku memang mudah bosan. Aku sadar dan sudah lama mengetahuinya. That's why, aku nggak cocok sama pekerjaan yang statis, nggak beranjak dari kursi kecuali kalau istirahat.

3. Aku mendapatkan pekerjaan lain yang membayarku lebih tinggi. Untuk yang ini, aku cukup mengamini saja, karena faktanya aku tidak berusaha melamar ke tempat lain selain ke sebuah lembaga pendidikan swasta untuk menjadi dosen honorer. Pun jika aku diterima, secara fasilitas aku tidak mendapatkan keuntungan yang istimewa. Gaji jelas lebih kecil, kesehatan hanya dicover 300.000, ongkos jalan lebih jauh... Aku nggak akan dapat bonus TPUK setiap tiga bulan sekali juga bonus tahunan. Tapi, aku punya perhitungan sendiri dengan hidupku.

Aku punya prinsip bahwa hidup ini hanyalah menjalani sesuatu yang fana, sekali saja. Dan karenanya aku harus menjadikannya berharga dan bermakna. Aku harus bahagia dengan hidupku. Kurasa itu pun prinsip semua orang, bukan?

Namun, berbeda dengan kebanyakan orang, bagiku kebahagiaan bukan hanya datang dari pekerjaan bonafide nan bergelimang fasilitas. Kebahagiaan bagiku adalah saat aku berkuasa penuh terhadap diriku. Aku yang menentukan hidupku.

Sebenarnya, salah satu alsan sederhana mengapa aku mengundurkan diri adalah karena aku 'bukan siapa-siapa'. Aku tidak mendapatkan kepuasan kognisi yang ingin kucapai. Aku tidak mendapatkan kepuasan hati...

Aku merasa terlalu muda... Dan aku menghabiskan waktu tersia-sia duduk 9 jam 10 km jauhnya dari rumah...I deserve to get better things...

Aku memang bahagia dengan rekan-rekan kerjaku. Mereka membuatku merasa nyaman. Hubungan yang terbina pun erat seperti sebuah keluarga. Namun, hati dan jiwaku ingin berontak mendapatkan yang lebih... menantang, mungkin?!

Lebih...lebih membuatku hidup... Lebih banyak berkarya...

That's what life supposed to be, right?!

Friday, May 29, 2009

i wonder why...

i wonder why... mengapa hampir di semua diskusi politik selalu dihubung-hubungkan antara PKS dengan isu penegakan syariat Islam? Dan mengapa semuanya selalu tendensius? I wonder why... bukankah pada zaman Rasulullah pun seluruh hak-hak mereka yang non muslim tetap dihormati dan dijunjung tinggi? Jika tidak maka bagaimana dengan Abu Thalib, paman rasulullah yang non muslim tapi sangat beliau sayangi? bukankah ia adalah saksi hidup betapa sebenarnya Islam sangat menjunjung tinggi toleransi beragama? bukankah sudah jelas tergaris dalam Al-Quran, "bagimu agamamu dan bagiku agamaku"? I wonder why... I may not expert on this Tapi aku hanya bertanya-tanya... Kata siapa Taliban adalah contoh ideal penegakan syariat Islam? Islam tidak sekalipun membatasi ruang gerak perempuan dalam berkembang... Bukankah Aisyah, istri rasulullah pun menjadi guru bagi sahabat-sahabat rasul... Dan Khadijah nan agung merupakan seorang pebisnis... Masih kurangkah???? Suatu hari masa kekhalifahan itu akan datang lagi, tanpa seorang pun bisa mencegahnya terjadi. Khalifah yang adil dan jujur seperti para sahabat rasul. Entahlah apakah aku masih hidup saat itu terjadi...Ataukah anak cucuku kelak yang akan menikmati... Yang pasti saat itu terjadi, aku yakin tidak sedikit pun hak-hak minoritas akan terzholimi...

Thursday, May 21, 2009

Suamiku itu...

Kadang-kadang begitu egois Kata-katanya pun sangat sadis Hingga aku pun menangis Namun saat aku berduka Ia selalu ada Memelukku dengan tangan terbuka Dan mengatakan iya pada banyak hal yang aku minta hanya tersenyum membujuk saat aku sibuk merajuk Di atas segalanya Ia mencintaiku apa adanya sekalipun aku tidak sempurna 17:56 pm

Monday, May 18, 2009

Adik Kecil Itu Pun Kini Menjadi Seorang Kakak

20.06 pm
Aku kembali melihatnya. Anak perempuan berusia kurang lebih 4 tahun dengan baju lusuh dan rambut merah terbakar matahari Jakarta. Wajahnya cantik dan menggemaskan. Ditambah kedua pipinya yang chubby. Sungguh, bocah cilik itu begitu rupawan...
Sejak pertemuan pertamaku malam minggu itu, sebuah pertemuan yang tidak disengaja sebenarnya, aku sudah jatuh cinta padanya. Sayang, antara aku dan dia terhalang dinding kaca yang tak tembus asap dan suara. Aku hanya bisa melihatnya dari balik jendela mobil. Kadang berharap ia cukup berani mendekat ke mobilku. Tapi ia teralu kecil untuk berkeliaran dari mobil ke mobil.
Saat itu, aku melihat kiri kanan mencari sang ibu. Dan akhirnya mataku melihatnya. Sosok perempuan muda sedang hamil tua. Mengenakan kaos oblong dan celana pendek, membawa alat musik seadanya, mengamen dari mobil ke mobil. Namun, sekali lagi, ia tidak berhenti di mobilku.
Entahlah, mungkin takdirnya sudah demikian. Padahal lampu merah di perempatan ini cukup lama menyala. Tapi sepertinya ia tidak terpikir untuk melangkahkan kakinya ke mobilku.
Kuduga, kutebak, ia pasti ibunya. Karena kadang sang anak menggelendot manja di gendongannya. Kadang ia dibiarkan sendiri di pinggir lampu merah. Kadang...
Ya, kadang-kadang... Yang berarti sudah lebih dari sekali aku melihatnya.
Kadang bocah cantik itu berinisiatif untuk mengengadahkan tangannya pada pengendara motor.
"Om om bagi duit dong..." kudengar ia sayup-sayup memohon. Sepasang remaja di atas motor tersenyum sembari memberi selembar ribuan padanya. Ia memang lucu dan menggemaskan.
Hatiku agak perih melihatnya...
Dan lebih perih lagi ketika suatu malam aku melihatnya 'nongkrong'; entah buang air kecil atau (maaf) buang air besar. Boro-boro belajar hidup bersih dan higienis; belajar malu pun ia tidak bisa.
Lama aku tidak melihatnya. Dan selama itu pula aku nyaris melupakannya. Sampai minggu kemari aku melhatnya lagi. Kali ini sang ibu membawa orok di gendongannya.
Dik, kini dirimu telah menjadi Kakak...
Dan aku hanya bisa menonton dari balik 'layar' v-kool. Menonton tanpa bisa berbuat apa-apa untuk menjadikan hidup lebih indah untukmu...
-Perempatan Republika, Mei 2009-

Not Really My First Time

19.37 pm
Well, actually this's not really my first time trying to make a blog. But it always ended with boredom and clueless. So, this time I really want to make it. A simple one. A "so me" one...
Here I come...